Psikologi Pribumi

Minggu, 29 Maret 2009

PENDEKATAN TERPADU GUNA MENANGGULANGI KESURUPAN MASSAL DI SEKOLAH

Latar Belakang :
Berpuluh-puluh, atau bahkan beratus-ratus peristiwa yang disebut sebagai kesurupan massal telah terjadi di berbagai sekolah di banyak lokasi di tanah air. Pada bulan Nopember 2008 siswa SMPN V Ciamis mengalami kesuruan massal (Banjaronline, 17 Nopember 2008); Pada bulan Desember 2008 siswa MAN Sampang juga dikabarkan mengalami kesurupan massal (Radar Madura, Desember 2008). Seluruh kejadian tersebut diselesaikan dengan mendatangkan paranormal atau mengadakan ritual agama bersama berupa doa bersama atau istighosah.
Memasuki bulan ketiga tahun 2009, penulis mencatat 5 peristiwa kesurupan massal, masing-masing di SMK Kerinci I Jambi Barat; SMA Negeri 1 Ngawen, Kabupaten Blora, Jawa Tengah; SMAN 1 Tanjung Raja, Ogan Ilir (OI); SMKN 4 Jember, dan SMK YP 17 Kota Magelang, Jawa Tengah. Fakta-fakta yang dipublikasikan ini umumnya jauh lebih rendah dari kenyataan yang sebenarnya. Jadi, fakta yang sebenarnya bahkan jauh lebih banyak dari yang disebutkan di media massa.
Dilihat dari jumlah korban yang mengalami kesurupan bervariasi dari hanya satu orang sampai puluhan. Di SMK Kerinci I Jambi Barat, jumlah korban bahkan mencapai angka 70 pada saat yang bersamaan. Meskipun kebanyakan korban adalah wanita, terkadang ada juga korban pria. Peristiwa kesurupan berlangsung hanya beberapa menit, tetapi kejadian yang sama bisa berulang dalam beberapa hari secara berturut-turut. Gejala yang dialami adalah berteriak-teriak, menangis, meronta-ronta, membentak-bentak, bahkan sampai tidak sadarkan diri. Semua pemberitaan di media massa menghubungkan gejala tersebut dengan adanya roh halus yang memasuki tubuh siswa, sehingga siswa kehilangan kesadaran biasanya dan berubah menjadi identitas lain yang jarang atau tidak pernah dijumpai oleh orang-orang di sekitar sekolah. Berdasarkan indikasi tersebut, maka upaya penanganan dilakukan dengan melakukan ritual-ritual religius atau mendatangkan paranormal. Hasilnya, beberapa gejala tersebut hilang, meskipun sering juga tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Tentu saja ketika peristiwa kesurupan terjadi, muncul kepanikan. Perilaku korban mengganggu rangkaian kegiatan yang sedang berlangsung. Bayangkan ketika pelajaran sedang berlangsung atau pada saat upacara yang seharusnya diikuti dengan tenang dan penuh perhatian, tiba-tiba ada peserta yang berteriak-teriak sehingga seluruh perhatian buyar. Jika ada seorang siswa yang membandel, dengan teknik yang telah dikuasai oleh para guru, siswa tersebut bisa dikembalikan pada perilaku yang diharapkan, duduk manis mendengarkan penjelasan dari guru. Tetapi, ini tidak sekedar kebandelan karena upaya didaktik yang dilakukan ternyata tidak berhasil mengatasi situasi yang ada. Lebih dramatis, perilaku tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu orang siswa, tetapi oleh beberapa siswa, bahkan puluhan. Perilaku korban sama sekali tidak terkendali, dan kekuatannya meningkat lebih sulit untuk diatasi. Itu sekedar gambaran yang tidak sepenuhnya tepat, karena mungkin ada banyak variasi dalam kejadian tersebut.
Pada umumnya, peristiwa kesurupan ini tidak mengakibatkan kerusakan atau korban fisik yang berarti. Kejadian ini terlokalisasi dan siswa serta guru secara fisik bersiaga agar korban tidak melakukan perusakan pada lingkungan atau dirinya sendiri. Pihak keamanan biasanya sudah dihubungi dan para petugas bersiaga untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah saat-saat yang menegangkan tersebut berlalu, kegiatan berlangsung seperti biasa. Maksimal kegiatan sekolah berhenti dan para siswa dipulangkan lebih awal untuk tidak menimbulkan rumor yang berkelanjutan dan kebanyakan para siswa tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran sekolah. Dengan demikian, akibat yang paling serius adalah pada keberlangsungan proses belajar mengajar.
Kapan peristiwa tersebut terjadi tampaknya sulit untuk diprediksi. Kejadian itu berlangsung seketika, pada hari itu juga atau berlangsung selama beberapa hari. Setelah didatangkan paranormal atau diselenggarakan ritual keagamaan, maka hari berikutnya tidak terjadi lagi atau selama bertahun-tahun tidak akan muncul peristiwa yang sama. Fakta ini semakin menguatkan anggapan bahwa kejadian itu disebabkan oleh roh halus yang perilakunya tidak banyak diketahui oleh orang biasa, dan hanya orang-orang tertentu yang memiliki kelebihan yang dapat melakukannya.
Permasalahan :
Apakah hakekat peristiwa kesurupan massal?
Apakah kesurupan merupakan peristiwa alam / sosial yang biasa?
Bagaimana mengatasi dan mengendalikan dampak kesurupan ?

Pembahasan :
Sudah lima tahun peristiwa kesurupan massal di sekolah terjadi sejak pertama kali diberitakan tahun 2005. Sebelum itu kesurupan hanya terjadi di karyawan perusahaan. Tulisan ini tidak bermaksud memberikan penjelasan mengenai peristiwa kesurupan, namun sekesar menyajikan suatu alternatif pendekatan yang berdasarkan sistematika ilmu pengetahuan untuk gejala kesurupan. Meskipun demikian, setidak-tidaknya ada dua macam pandangan mengenai peristiwa kesurupan. Pandangan pertama mengatakan kesurupan terjadi karena pengaruh roh halus atau kekuatan dari luar diri individu. Untuk mengantisipasi dan mengatasi peristiwa kesurupan dibutuhkan orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan khusus berkomunikasi dengan makhluk dari luar tersebut. Pandangan ini melepaskan tanggung jawab sosial sekolah dan masyarakat karena peristiwa tersebut merupakan suatu musibah yang bisa terjadi kapan saja tanpa dikehendaki.
Pandangan kedua berdasarkan pada pendekatan ilmiah, baik itu psikologi, medis, sosiologis dan antropologis. Tetapi pandangan kedua ini pada umumnya berdasarkan deduksi dan generalisasi dari teori-teori yang sudah ada sehingga hanya bersifat hipotetik dan mungkin tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan ilmiah, maka untuk menjelaskan suatu fenomena perlu pendeskripsian, penjelasan, dan pengendalian. Pendeskripsian yang baik harus sesuai dengan fakta-fakta yang ada dan mencakup apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, dan mengapa?
Sebagian besar sumber informasi mengenai kesurupan adalah media massa, atau getok tular. Karakteristik dari informasi macam ini : siswa kesurupan – kemasukan roh halus – berteriak-teriak, meronta-ronta, menangis dan tak sadarkan diri – sekolah mengundang paranormal untuk – mengusir roh halus – ritual doa bersama dihadiri oleh para guru, pejabat, dan petugas dari polsek/polres. Dengan model pemberitaan tersebut, media massa terpengaruh oleh peristiwa yang terjadi, dan gagal memisahkan antara fakta dengan penafsiran.
Ada nada miring mengenai peranan media massa. Sekolah yang mendapatkan pemberitaan pada umumnya menjadi perhatian publik. Itu merupakan cara yang mudah dan murah untuk publikasi dan bagi siswa merupakan kesempatan untuk menampilkan diri di media massa.
Sekarang sudah mulai ada perkembangan dengan ditemukannya rekaman-rekaman video mengenai kejadian tersebut, meskipun bersifat amatir. Video ini merupakan sumber informasi penting karena dibanding dengan informasi media massa dan rumor yang pada umumnya bias karena selalu mengaitkan peristiwa tersebut dengan masuknya roh halus.
Tokoh-tokoh agama, ulama dan pendeta, serta paranormal merupakan pelaku penting dalam rangkaian peristiwa kesurupan. Sekolah biasanya mengundang mereka untuk mengembalikan keadaan menjadi normal dan menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi. Sayangnya para pelaku ini tidak menjadi informan yang baik karena pelit dalam memberikan informasi.
Para guru dan pejabat sekolah biasanya mengikuti penafsiran yang diberikan oleh para tokoh agama atau paranormal. Saran dari para tokoh agama pada umumnya menekankan pada pembinaan keimanan dan perilaku yang baik, pada intinya adalah memperkuat pribadi korban. Saran dari paranormal agak berbeda karena mereka beranggapan perlu memberikan sesuatu kepada roh halus agar tidak mengganggu sekolah.
Unit Kesehatan Sekolah berperanan besar dalam memberikan pertolongan pertama. Dengan bekal kemampuan yang ada, tanpa intervensi medis yang berlebihan, mereka berusaha mengembalikan kesadaran korban. Tentu saja, tindakan ini tidak terlepas dari bantuan dari para petugas sekolah yang lain, termasuk para guru, siswa dan petugas keamanan sekolah. Dalam kondisi ini terjadi diffuse of responsibility, siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab bila terjadi peristiwa kesurupan? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab, karena dalam pendekatan terpadu yang dikemukakan dalam makalah ini, ada tindakan jangka pendek yang harus dilakukan segera dan ada tindakan jangka panjang yang keduanya harus dipadukan dalam kerangka kerja sekolah.
Tidak pernah ada berita yang menyinggung peranan guru BK/BP dalam kejadian kesurupan. Dalam pendekatan yang saya usulkan guru BK/BP mempunyai peranan penting dalam tindakan jangka panjang. Mereka harus mendokumentasikan jumlah korban, latar belakang korban, dan bahkan melakukan pengumpulan data untuk mendekskripsikan kepribadian korban. Dokumentasi data tersebut bisa digunakan untuk kajian lebih lanjut mengenai fenomena kesurupan ini, termasuk diskusi kasus dengan sekolah-sekolah yang mengalami kejadian yang sama.
Demikian juga, para guru juga harus memiliki pengetahuan secukupnya mengenai fenomena ini sehingga mereka tidak ikut panik dalam menghadapi kejadian yang sama dan tidak menimbulkan gangguan yang parah pada proses belajar mengajar. Pengetahuan itu ditanamkan dalam proses belajar untuk menciptakan interaksi yang hangat di kelas guna menghindari munculnya perilaku yang tidak diharapkan.